Kamis, 13 Agustus 2015

ilmu mahal ini, hukumnya jual beli emas ( soal jawab dengan pimpinan HT)


Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Seperti yang Anda ketahui saudaraku yang dimuliakan, bahwa jual beli emas tidak boleh ada tempo di dalamnya. Jual beli emas itu harus tunai, dan serah terima kontan, seperti yang dinyatakan di dalam hadits… Apakah ini berlaku bagi perhiasan emas?
Kembalinya pertanyaan ini untuk fakta berikut:


Emas itu dijual sebagai perhiasan, yaitu 18 karat dan bukan 24 karat…
Emas 24 karat adalah emas murni dengan kadar mencapai 99,9 %, sulit untuk membentuknya. Adapun emas 18 karat adalah emas dengan kadar 75 % dan sisanya berupa logam lain seperti tembaga atau besi yang membuatnya bisa dibentuk, bahkan menjadi mungkin diwarnai sesuai jenis logam yang ditambahkan. Kemudian dalam jual beli perhiasan ini, pengrajin menambahkan pada harga emas itu harga pembuatan (pembentukan) berdasarkan beratnya.
Apakah perhiasan dalam kondisi ini dianggap sebagai komoditi seperti komoditi apapun yang mengandung emas, yang boleh diperjual belikan secara kredit (dengan utang) atau dengan tempo? Ataukah padanya tetap berlaku sebagai emas karena sebagian besarnya, sebanyak 75 %, adalah emas?


Masalah lain, ketika pengrajin itu menjual perhiasan, misalnya kalung, di dalamnya ada potongan kecil seperti pengait dan itu bukan emas. Kadang berupa platina, kromium atau yang lain. Ia ditimbang bersama dengan perhiasan yang dibentuk itu dan dihitung sebagai bagian dari beratnya, dan diperlakukan dengan harga emas, yakni dijual sebagai emas. Apakah ini boleh sebab itu adalah potongan yang sangat kecil? Atau harus dipisahkan harganya? Atau dianggap sebagai bagian dari upah pembentukan? Atau apa pandangan Anda?
Semoga Allah memberkahi Anda dan semoga Allah memberi balasan yang lebih baik kepada Anda. Maafkan kami karena menyibukkan Anda…

Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Sebelum menjawab pertanyaan, saya ingin mengarahkan perhatian Anda bahwa hukum-hukum sharf untuk jenis-jenis barang ribawi, di dalamya tidak diperhatikan kualitas dan kemurnian jenisnya… Jenis-jenis barang ribawi adalah yang dinyatakan di dalam hadits yang dikeluarkan oleh an-Nasai dari Ubadah bin ash-Shamit bahwa Rasulullah saw bersabda:

«الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ تِبْرُهُ وَعَيْنُهُ وَزْنًا بِوَزْنٍ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ تِبْرُهُ وَعَيْنُهُ وَزْنًا بِوَزْنٍ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ، فَمَنْ زَادَ أَوِ ازْدَادَ فَقَدْ أَرْبَى»
“Emas dengan emas lantakan dan perhiasannya harus sama timbangannya, perak dengan perak lantakan dan perhiasannya harus sama timbangannya, garam dengan garam, kurma dengan kurma, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, harus sama, dan semisal. Siapa yang menambah atau meminta tambah maka ia sungguh telah berbuat riba.”

Jika Anda menjual barang ribawi dari jenis-jenis ini dengan jenis yang sama, maka wajib semisal, bagaimanapun kualitasnya. Satu rithl kurma kualitas baik tidak boleh dipertukarkan dengan dua rithl kurma kualitas jelek. Satu sha’ gandum kualitas baik tidak boleh dipertukarkan dengan dua sha’ gandum kualitas jelek. Begitu pula terkait jewawut dan garam. Demikian juga emas, satu koin emas murni tidak boleh dipertukarkan dengan satu setengah koin emas tidak murni, akan tetapi harus semisal yakni dengan timbangan atau berat yang sama.


Ini adalah hukum-hukum khusus tentang sharf yang berbeda dari hukum-hukum transaksi lainnya yang menggunakan emas misalnya, pada zakat. Di dalamnya diperhatikan emas murni dan perak murni. Zakat koin emas 24 karat berbeda dari zakat koin emas dengan berat yang sama yang terbuat dari emas 18 karat. Akan tetapi, diperhitungkan kadar emas murni pada saat menghitung nishab. Maka nishab emas 24 karat adalah 85 gram. Akan tetapi nishab emas 18 karat maka lebih banyak dari jumlah itu sebab emas 18 karat dicampur dengan logam lain selain emas sebanyak 25 %. Artinya, emas 18 karat itu di dalamnya ada emas murni yang sebanding dengan 75% emas 24 karat. Atas dasar itu maka nishab emas 18 karat adalah satu sepertiga kali nishab emas murni, yakni 113,33 gram. Atas dasar itu, maka orang yang memiliki 85 gram emas murni 24 karat berarti telah memenuhi nishab. Jika berlalu satu haul maka ia harus membayar zakatnya 2,5 % dari beratnya. Akan tetapi, orang yang memiliki 85 gram emas 18 karat, ia belum memiliki satu nishab sampai ia memiliki 113,33 gram. Dan jika sudah berlalu satu haul, ia harus membayar zakatnya 2,5 % dari beratnya. Dan jelas di sini bahwa yang menjadi patokan dalam hal zakat adalah kadar emas murni.


Adapun berkaitan dengan sharf maka hukum-hukumnya bersifat khusus… Bagaimanapun jenis ribawi itu, murni atau tidak murni, baik atau jelek, murni atau campuran dengan yang lain… maka sharfnya wajib semisal, selama jual beli itu untuk jenis ribawi yang sama. Akan tetapi dengan syarat, yang murni dan yang tidak murni itu bercampur antara keduanya, artinya tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, dan yang lebih banyak dalam campuran itu adalah emas, maka padanya dikenakan sebutan emas.
Dalil atas yang demikian itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id, ia berkata:
جَاءَ بِلَالٌ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ : «مِنْ أَيْنَ هَذَا؟» فَقَالَ بِلَالٌ: “تَمْرٌ كَانَ عِنْدَنَا رَدِيءٌ، فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِمَطْعَمِ النَّبِيِّ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ عِنْدَ ذَلِكَ: «أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا، لَا تَفْعَلْ، وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ التَّمْرَ فَبِعْهُ بِبَيْعٍ آخَرَ، ثُمَّ اشْتَرِ بِهِ» 
“Bilal datang membawa kurma Barniy, maka Rasulullah saw bersabda kepadanya: “dari mana ini?” Bilal berkata: “kurma milik kita jelek, lalu aku jual dua sha’ kurma itu dengan satu sha’ (kurma Barniy) untuk makanan Nabi saw.” Maka Rasulullah saw bersabda ketika itu: “itu adalah riba, jangan engkau lakukan, akan tetapi jika engkau ingin membeli kurma tersebut maka juallah dengan jual beli yang lain kemudian belilah dengannya.” (HR Muslim)

Abu Sa’id ra dan Abu Hurairah ra telah meriwayatkan bahwa:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  اسْتَعْمَلَ رَجُلًا عَلَى خَيْبَرَ، فَجَاءَهُ بِتَمْرٍ جَنِيبٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ : «أَكُلُّ تَمْرِ خَيْبَرَ هَكَذَا؟»، قَالَ: لاَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا لَنَأْخُذُ الصَّاعَ مِنْ هَذَا بِالصَّاعَيْنِ، وَالصَّاعَيْنِ بِالثَّلاَثَةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ : «لاَ تَفْعَلْ، بِعْ الجَمْعَ بِالدَّرَاهِمِ، ثُمَّ ابْتَعْ بِالدَّرَاهِمِ جَنِيبًا»
“Rasulullah saw mengangkat seseorang sebagai ‘amil atas Khaibar, lalu ia datang dengan membawa kurma Janib, maka Rasulullah saw bersabda: “apakah semua kurma Khaibar begini?” Orang itu berkata: “tidak, demi Allah ya Rasulullah, kami mengambil satu sha’ dari ini dengan dua sha’, dan kami mengambil dua sha’ dengan tiga sha’.” Maka Rasulullah saw bersabda: “jangan engkau lakukan, juallah semuanya dengan dirham, kemudian belilah kurma Janib dengan dirham itu.” (Muttafaq ‘alayh)

Ini berlaku pada semua jenis ribawi. Di dalam Nizhâm al-Iqtishâdî halaman 264 dinyatakan sebagai berikut:
(Dan jika seseorang membeli dari seseorang yang lain dinar yang baik dengan dua dinar campuran maka tidak boleh. Akan tetapi, seandainya ia membeli satu dinar yang baik dengan dirham perak, kemudian ia belikan dirham perak dengan dua dinar campuran maka boleh… Karena apa yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id, ia berkata:

جَاءَ بِلَالٌ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ : «مِنْ أَيْنَ هَذَا؟» فَقَالَ بِلَالٌ: “تَمْرٌ كَانَ عِنْدَنَا رَدِيءٌ، فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِمَطْعَمِ النَّبِيِّ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ عِنْدَ ذَلِكَ: «أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا، لَا تَفْعَلْ، وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ التَّمْرَ فَبِعْهُ بِبَيْعٍ آخَرَ، ثُمَّ اشْتَرِ بِهِ» 
“Bilal datang membawa kurma Barniy, maka Rasulullah saw bersabda kepadanya: “dari mana ini?” Bilal berkata: “kurma milik kita jelek, lalu aku jual dua sha’ kurma itu dengan satu sha’ (kurma Barniy) untuk makanan Nabi saw.” Maka Rasulullah saw bersabda ketika itu: “itu adalah riba, jangan engkau lakukan, akan tetapi jika engkau ingin membeli kurma tersebut maka juallah dengan jual beli yang lain kemudian belilah dengannya.” (HR Muslim)
Abu Sa’id ra dan Abu Hurairah ra telah meriwayatkan bahwa:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  اسْتَعْمَلَ رَجُلًا عَلَى خَيْبَرَ، فَجَاءَهُ بِتَمْرٍ جَنِيبٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ : «أَكُلُّ تَمْرِ خَيْبَرَ هَكَذَا؟»، قَالَ: لاَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا لَنَأْخُذُ الصَّاعَ مِنْ هَذَا بِالصَّاعَيْنِ، وَالصَّاعَيْنِ بِالثَّلاَثَةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ : «لاَ تَفْعَلْ، بِعْ الجَمْعَ بِالدَّرَاهِمِ، ثُمَّ ابْتَعْ بِالدَّرَاهِمِ جَنِيبًا»
Rasulullah saw mengangkat seseorang sebagai ‘amil atas Khaibar, lalu ia datang dengan membawa kurma Janib, maka Rasulullah saw bersabda: “apakah semua kurma Khaibar begini?” Orang itu berkata: “tidak, demi Allah ya Rasulullah, kami mengambil satu sha’ dari ini dengan dua sha’, dan kami mengambil dua sha’ dengan tiga sha’.” Maka Rasulullah saw bersabda: “jangan engkau lakukan, juallah semuanya dengan dirham, kemudian belilah dengan dirham itu kurma Janib.” (Muttafaq ‘alayh) ) selesai.

Jelas dari semua itu bahwa jenis-jenis ribawi dalam topik sharf harus semisal bagaimanapun kualitasnya selama bisa disebut dengan sebutan yang ada di dalam hadits, baik apakah emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma ataukah garam dengan garam.
Berdasarkan hal itu maka jawaban pertanyaan Anda sebagai berikut:

·         Perhiasan terbuat dari perak atau dari emas, berapapun karatnya, maka pada saat pertukarannya dengan jenis yang sama, maka wajib semisal. Misalnya, pertukaran emas kalung dengan gelang atau … lainnya baik 21 karat atau 18 karat, maka wajib semisal, dan tidak boleh ada tambahan, baik buatan pabrik atau kerajinan… maka tidak boleh. Perhiasan dalam semisal kondisi ini –jika penjual atau pembeli tidak mau semisal (sama berat)- maka emas itu dijual dengan uang kemudian uang hasil penjualannya dibelikan gelang atau kalung atau perhiasan lainnya.
·         Ketika membeli gelang emas dan di dalamnya ada potongan “pengait” terbuat dari selain emas yang tidak bercampur dengan emas, akan tetapi bisa dipisahkan dari (gelang) emas, maka dipisahkan dan ditimbang emasnya saja, dan dijual emasnya saja dengan semisal (sama berat). Potongan itu dijual sendiri dengan harga yang disepakati. Ini jika jual beli gelang emas dengan emas.
Adapun jika Anda ingin membeli gelang emas dan di dalamnya ada potongan lain bukan dari emas, dan Anda ingin membelinya dengan uang, maka boleh saja Anda sepakati dengan harga yang Anda rela. Jika Anda timbang seluruhnya dengan harga yang Anda sepakati maka tidak apa-apa, sebab jual belinya di sini untuk dua jenis berbeda, yakni Anda ingin membeli gelang dengan uang kertas. Di sini penjual boleh menimbang gelang itu seluruhnya termasuk di dalamnya campuran itu dan menjualnya kepada Anda dengan harga yang Anda sepakati dengannya selama Anda membeli gelang tersebut dengan uang, bukan emas.

Saudaramu

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

15 Syawal 1436 H
31 Juli 2015 M

Berolah ragalah untuk sholatmu, puasamu, jihadmu, hajimu


Ajaran Islam ternyata begitu jelas, lengkap dan sempurna dan itu bukti islam sebagai rahmatan lil aalamin. Termasuk dalam bidang berolahraga saja ternyata di sarankan /di rekomendasikan  oleh Nabi Muhammad SAW seperti berolahraga berenang, memanah, berlari, berkuda, bergulat, dan sebagainya. Jadi ummat Islam jangan malas berberolahraga ,karena nanti saat daulah khilafah tegak dan seruan jihad di kumadangkan, maka om –om yang shaleh khususnya ikhwan muslim wajib untuk bergabung dalam barisan daulah  dan itu semuanya membutuhkan fisik yang sehat ,fit dan prima, tidak loyo, letih,lesu, lelah. Selain fisik yang kuat untuk melaksanakan kewajiban lainya misalkan bekerja mencari nafkah , ibadah haji, ibadah sholat ,ibadah puasa.


Bahkan Allah sebetulnya menyukai mukmin yang kuat. Oleh di karenakan itu, berolahraga itu perlu.‎


“Kesehatan adalah mahkota tak terlihat, dan tidak ada seorang pun yang dapat melihatnya, kecuali mereka yang sakit.”


Pepatah Arab tersebut benar adanya. Kita wajib mensyukuri  nikmat  kesehatan. Sehat adalah nikmat, namun banyak orang mengacuhkan, dan baru  sadar saat tubuh ambruk terbaring di atas  kamar rumah sakit atau cuti sakit terbaring di rumah. Kesehatan menjadi sesuatu yang sangat mahal, bahkan tak bisa dibeli dengan uang, dan akan terasa saat kita masuk rumah sakit dengan biaya yang tak habis-habisnya untuk biaya pengobatan rumah sakit. Maka, pola hidup sehat wajib senantiasa  menjadi kebiasaan seorang muslim akil baligh. Dengan tubuh sehat, seseorang lebih banyak ibadah dan khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Tak terkecuali para wanita muslimah yang harus prima mengurus rumahnya, mengurus suaminya, mengurus anak-anaknya

Banyak dari orang-orang lebih sering membahas poligami, membahas suburnya perempuan, kecantikan fisik, tapi sedikit sekali yang mau membahas tentang kesehatan fisik wanita muslim, dimana mereka bekerja sebelum para suami anak –anak mereka bangun tidur dan masih bertahan saat anak2 dan suami mereka sdh tidur pulas .

Lalu pesan apa yang semestinya ditangkap para muslimah tentang kehidupan sehari-hari mereka? Secara umum, segenap wanita muslim diberitahu agar menetap di dalam rumah mereka yang menjadi tempat terbaik dan paling aman, tanpa diragukan lagi. Banyak muslimah yang tinggal di apartemen-apartemen atau perumahan, namun mereka mengabaikan kesehatan tubuh mereka.

Maka banyak dari mereka yang malas untuk beraktivitas, makan dan minum berlebihan, duduk berjam-jam di depan televisi dan internet. Hingga muslimah kadang identik dengan kemalasan, tubuh gemuk, doyan ngemil, dan lainnya.

Jika para muslimah tidak memiliki kesadaran untuk hidup sehat dan berberolahraga, maka mereka akan terjebak dalam kehidupan tidak sehat semisal ketidakteraturan makan, atau makan berlebihan, anorexia, dan bulimia (kelainan cara makan yang terlihat dari kebiasaan makan berlebihan yang terjadi secara terus menerus).
Berolahraga dalam pom tantengan islam dan kedokteran erat kaitannya dengan kesehatan jasmani atau kesehatan tubuh. Faktor yang dapat melahirkan manfaat, yang telah dile­takkan oleh Islam dalam upaya mendidik individu-individu masyarakat yang berhubungan dengan jasmani, membentuk kesehatan­nya, dalam mengisi waktu kosong dengan aktivitas jihad, latihan militer, dan latihan berolahraga. Setiap kesempatan yang memung­kinkan, dalam situasi dan kondisi yang sesuai, dipakai untuk keperluan tersebut.

Ini semua di karenakan Islam dengan prinsip-prinsip yang toleran, ajaran-ajaran yang luhur, menghimpun dalam satu waktu antara kesungguhan dan hiburan yang sehat, menghubungkan antara kebutuhan ruhani dan kebutuhan jasmani. Islam memperhatikan pendidikan jasmani atau kesehatan dan perbaikan ruhani secara bersama-sama.

Sang anak, lebih baik mendapatkan perhatian persiapan kesehatan atau pembentukan jasmani. Bahkan lebih baik mengisi waktu kosongnya dengan segala aktivitas yang memberikan ke­sehatan, kekuatan dan semangat dalam bentuk berolahraga. 

Dan ini dimaksudkan untuk:

Mengisi kekosongan waktu yang banyak
Sebagai langkah preventif atau pencegahan dari segala penyakit.‎
Membiasakan sejak kecil terhadap latihan berolahraga dan aktivitas jihad.
Berikut ini sebagian nash-nash syari'ah dalam Islam terhadap pendidikan berolahraga, persiapan militer, agar orang-orang yang berakal sehatmengetahui bahwa Islam adalah agama Allah yang universal dalam dakwah untuk sarana kemuliaan, kekuatan dan persiapan jihad

Allah berfirman:

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu meng­getarkan musuh Allah. (Q.S. 8:60)

Berikut ini adalah beberapa hadits mengenai beberapa jenis berolahraga pilihan yang dianjurkan dalam islam

Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda:

اَلْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اﷲِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ ٠

"Orang Mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang Mukmin yang lemah".

Ath-Thabrani, dengan sanad jayyid meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda:

كُلُّ شَىْءٍ لَيْسَ مِنْ ذِكْرِ اﷲِ فَهُوَ لَهْوٌ أَوْ سَهْوٌ إِلاَّ أَرْبَعَ خِصَالٍ ׃  مَشْيُ الرَّجُلِ بَيْنَ الْغَرْضَيْنِ ﴿لِلرَّمْيِ﴾ ، وَتَأْدِيْبُهُ فَرْسَهُ، وَمُلاَعَبَتُهُ أَهْلَهُ ، وَتَعْلِيْمُهُ السِّبَاحَةَ ٠

"Segala sesuatu yang bukan dari dzikir kepada Allah adalah permainan yang melalaikan atau melupakan kecuali empat perkara. Berjalannya seseorang antara dua tujuan (untuk) memanah,berlatih menunggang kuda, bercumbu rayu dengan istrinya, dan mengajarkan renang/belajar renang".

Muslim dalam Shahih-nya meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. mambaca firman Allah "wa a'iddu lahum mas tatha'tummin quwwah", kemudian beliau berkata:

أَلآ اِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ ٬أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ ٬  أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ ٠

"Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah mema­nah. Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah".

Amiru '1-Mu'minin Umar bin Khaththab ra. menulis kepada para gubernur tentang Hadits Rosululloh SAW sebagai berikut:

أَمَّا بَعْدُ فَعَلِّمُوْاأَوْلاَدَكُمْ الرِّمَايَةَ وَالسِّبَاحَةَِ وَرُكُوْبَ الْخَيْلِ٠

"Amma Ba'du. Ajarilah anak-anak kalian memanah, renang dan menunggang kuda. ..."

Ketiga Dawuh Nabi tersebut mempunyai Makna yang dalam sebagai berikut;

Panahan adalah berolahraga yang menggunakan busur dan anak panah yang dilontarkan. Berolahraga ini membutuhkan ketepatan dan ketangkasan dalam menembakkan anak panah. Mengapa Islam mensunahkan berolahraga ini? Di karenakan memanah memberikan manfaat bagi penggunanya. Seperti: melatih konsenterasi, kesabaran, dan ketepatan sehingga memudahkan untuk mengontrol diri kita. Selain itu, memanah juga berguna ketika tersesat di alam liar. Dan dengan hanya menggunakan panah kita dapat bertahan hidup dengan cara mencari hewan buruan. Dan pada masa lalu, ketika perang masih bergejolak dalam syiar Islam, panah adalah senjata yang efektif.
Berenang adalah berolahraga yang dilakukan dengan cara menggerakkan tubuh secara terkoodinasi sehingga kita dapat dapat melayang dan bergerak di air. Berenang merupakan salah satu berolahraga yang digemari di masa globalisasi ini. Dengan berenang kita dapat mendapatkan manfaat. Yaitu, memperkuat seluruh otot kita sehingga kita tidak akan mudah lelah, melatih sistem pernafasan, dan kita wajib bersyukur di karenakan kita masih masih diberi nafas oleh Allah SWT. Dan jika dapat berenang, kita menyelamatkan diri ketika terjadi kecelakaan di air. Sehingga kita masih dapat bertahan hidup dan masih bisa melanjutkan ibadah kepada Allah.

Berkuda adalah aktivitas berjalan dengan menunggangi kuda. Dalam berolahraga ini, dibutuhkan keberanian, dan keseimbangan dalam mengontrol kuda yang kita tunggangi.Berkuda mempunyai banyak manfaat, diantaranya melatih kita untuk bersahabat dengan makhluk lain, dan berarti kita juga memperlakukan makhluk lain dengan dengan tidak menyiksanya. Yang kedua, menguji keberanian kita. Selain itu dengan berkuda berarti kita telah menjalankan salah satu sunnah Nabi Muhammad SAW.

Ketiga berolahraga di atas juga disebutkan dalam dalam sebuah hadist yang berbunyi: "Ajarilah putra-putramu  memanah, dan berenang." (HR. Ath-Thawawi). Sedangkan berkuda adalah berolahraga yang dianjurkan Rasullullah, di karenakan beliau bersabda: "Tidak ada perlombaan kecuali untuk unta, panah, atau kuda.” (HR. Ahmad dan Tiga Imam). Dan menurut hadist lain: “Orang mu’min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mu’min yang lemah." 

Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk malas berberolahraga. Di karenakan dengan berberolahraga berarti kita telah menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, sehingga kita semakin kuat untuk beribadah kepada Allah SWT. Selain itu, dengan berberolahraga kita telah menjalankan sunnah Rasulallah SAW.

Asy-Syakani meriwayatkan: Bahwa Rasulullah saw. mengizinkan orang-orang Habasyah bermain tombak di masjid Nabawi yang mulia, dan mengizinkan kepada istrinya, Sayyidah A'isyah untuk melihatnya. Ketika mereka sedang asyik bermain tombak itu, tiba-tiba datanglah Umar. Ia memungut batu kerikil, kemudian dilemparkannya kepada orang-orang Habasyah tersebut. Maka Rasulullah saw. berkata, "Biarkanlah mereka, ya Umar".

Ahmad bin Al-Bukhari meriwayatkan:

Bahwa Rasulullah saw. lewat di tempat sekelompok orang yang telah masuk Islam, sedang berlatih memanah di pasar. Maka Rasulullah saw. berkata kepada mereka, "Lemparkanlah busur (panahlah) wahai anak cucu Ismail, di karenakan sesungguhnya ayah kalian adalah seorang pemanah. Panahlah, dan aku bersama de­ngan Bani Fulan". Salah satu kelompok kemudian menghenti­kan latihan memanahnya. Maka Rasulullah saw. bertanya, "Ke­napa kalian tidak memanah?" Mereka menyahut, "Bagaimana kami akan memanah sedang engkau bersama mereka?" Maka Rasulullah saw. bersabda, "Panahlah, dan aku bersama kalian semuanya".

Ahmad bin Abu Daud meriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: "Saya berlomba lari dengan Rasulullah saw. Beliau mendahuluiku, lantas saya kejar sehingga mendahuluinya. Dan setiap lomba saya selalu unggul, hingga badanku menjadi gemuk. Maka, ketika berlomba lagi Rasulullah saw. yang unggul. Dan beliau berkata, "Om tante kalah di karenakan dagingmu itu".

Abu Daud meriwayatkan dari Muhammad bin Ali bin Rukanah:

"Bahwa Rukanah bergulat dengan Rasulullah saw., maka beliau dapat mengalahkannya".

Dari 'Uqbah bin 'Amir, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:

اُرْمُوْا وَارْكَبُوْا ٬ أَنْ تَرْمُوْا خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَرْكَبُوْا ٠

"Memanah dan menunggang kudalah kalian, dan memanah adalah lebih baik dari menunggang kuda".

Ahmad dan Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas ra. ia ber­kata:

"Rasulullah saw. mempunyai unta betina yang diberi nama Al-'Udhba, dan unta tersebut tidak dapat dilombakan. Maka, datanglah seorang Badawi dengan menunggang unta yang masih muda, hingga ketika berlari mengungguli unta Rasulullah saw. Dengan demikian, menimbulkan emosi kaum Muslimin. Mereka berkata, "Al-'Udhba terungguli!" Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya adalah haq bagi Allah untuk tidak mengangkat sesuatu dari dunia kecuali Dia telah meletakkannya".

Dari nash-nash ini cukup jelas bahwa Islam mensyari'atkan latihan berolahraga, latihan jihad seperti olehraga gulat, berolahraga lari, renang, mema­nah dan menunggang kuda, semua ini dimaksudkan agar umat Islam mengambil faktor-faktor yang menyebabkan kemuliaan, kemenangan dan kekuasaan. Di samping itu, agarindividu dan kelompok terdidik dalam pengertian kekuatan, ketangkasan dan jihad, sebagai pengamal firman Allah Tabaraka wa Ta'ala:

وَأَعِدُّوْا لَهُمْ مَااسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ ٠

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi".

Dan realisasi sabda Rasulullah saw:

اَلْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اﷲِ مِنَ اَلْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ

"Orang Mu'min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang Mukmin yang lemah".

Tak seorang pun yang menyangkal bahwa ketika musuh Islam mengetahui bahwa umat Islam telah siap dari segi militer dan persiapan perangnya, terbentuk kesehatan dan kekuatan jasmani­nya, sempurna iman dan spiritualn
ya, teguh keyakinan dan tekad­nya untuk berjihad, maka mereka akan gentar. Jiwanya gundah dan takut, sebelum mereka kalah di medan jihad. Inilah yang kini disebut sebagai 'perdamaian bersenjata', dan dipuji Rasulullah saw. ketika bersabda:

نُصِرْتُ بِالرَّعْبِ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ ٠

"Aku diberi mujizat (hingga) musuh takut kepadaku dalam jarak perjalanan sebulan ".

Jika sang anak mendapatkan prioritas paling utama mengenai persiapan jasmani, pembentukan sikap jihad, pendidikan berolahraga, apakah ini berarti bahwa anak dalam lingkungan ini bertolak tanpa kendali dan batas, atau ia wajib terikat dengan metode yang mengenal batas dan berjalan padajalan yang telah ditentukan?

Pada dasarnya hubungan (ikatan) berolahraga untuk anak tidak akan memberikan buah yang diharapkan, tidak membawa kepada tujuan yang dicari, kecuali jika ia mengikuti metode yang telah ditentukan Islam.